Kamis, 03 April 2008

Macapat Pupuh Sinom, Serat Babad Dermayu



Indramayu adalah suatu daerah yang berada di pesisir timur pantai utara Provinsi Jawa Barat. Masyarakat indramayu adalah tergolong masyarakat yang unik, dilihat dari segi budaya dan bahasanya yang berbeda dengan masyarakat jawa pada umumnya. Bahasa yang sering dipakai dalam kesehariannya adalah bahasa jawa logat indramayu sendiri, atau yang sering mereka sebut dengan basa Dermayon.
Pada awalnya daerah ini didirikan oleh R.Aria Wiralodra, seorang kesatria Kerajaan Demak yang berasal dari Bagelen (sekarang kira-kira sekitar kabupaten Purworejo, Jawa Tengah), dengan nama padukuhan Dharma Ayu Nagari, sebagai penghormatan atas pengambidian seorang kesatria wanita yang ikut membantu membangun padukuhan yang berada di muara kali Cimanuk ini. Dari kata Dharma Ayu kemudian lama-lama penduduk sekitar menyebutnya dengan Dermayu agar lebih mudah diucapkan. Namun entah kenapa daerah ini berganti nama menjadi Indramayu. Dugaan penulis sendiri adalah mungkin ini ada kaitannya dengan gelar R. Wiralodra yaitu Indra Jaya, karena itu pantaslah jika daerah ini disebut pula sebagai Indramayu, gabungan dari Indrajaya dan Dharma Ayu pendiri padukuhan ini.
Di bawah ini adalah serat yang dikarang sekitar abad 15 s.d 16 M, yang menceritakan tentang peristiwa babad Dharma Ayu Nagari, yang penlis ambil dari buku ‘Dwi Tunggal Pendiri Darma Ayu Nagari Aria Wiralodra dan Nyi Endang Darma’ yang dikarang oleh H.R. Sutardji KS.

Padepokan Gunung Sumbing

Anang sainggiling Malaya
Tempat ingkang sanget werit
Gumuling ana ing kisma
Anenuwun ing Yang Widhi
Sare’at terekat mangkin
Hakekat ma’ripat wau
Tan sanes ingkang tuminggal
Amandeg ing wujug Tunggal
Jaba-jero supaya dadi satunggal
Tinggal sareh miwah dahar
Tigang taun lami neki
Kantun gagra lan usika
Sampun ical wujud neki
Medal caya ingkang bening
Tanda tinarimang Agung
Kang den suwun ing Yang Sukma
Mugia antuk ridho Gusti
Saturune Mugia antuk Raharja.


bersambung...

Jumat, 15 Februari 2008

Mengenal Kembali Gus Mus

Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), kini pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Thalibin, Rembang. Mantan Rais PBNU ini dilahirkan di Rembang, 10 Agustus 1944. Nyantri di berbagai pesantren seperti Pesantren Lirboyo Kediri di bawah asuhan KH Marzuqi dan KH Mahrus Ali; Al Munawwar Krapyak Yogyakarta di bawah asuhan KH Ali Ma'shum dan KH Abdul Qadir; dan Universitas Al Azhar Cairo di samping di pesantren milik ayahnya sendiri, KH Bisri Mustofa, Raudlatuth Thalibin Rembang. Menikah dengan Siti Fatma, dikaruniai 6 (enam) orang anak perempuan: Ienas Tsuroiya, Kutsar Uzmut, Raudloh Quds, Rabiatul Bisriyah, Nada dan Almas serta seorang anak laki-laki: Muhammad Bisri Mustofa. Kini beliau telah memiliki 3 (tiga) orang menantu: Ulil Abshar Abdalla, Reza Shafi Habibi dan Ahmad Sampton serta 3 (tiga) orang cucu: Ektada Bennabi Muhammad; Ektada Bilhadi Muhammad dan Muhammad Ravi Hamadah.Selain sebagai ulama dan Rais Syuriah PBNU, Gus Mus juga dikenal sebagai budayawan dan penulis produktif. Hasil karyanya antara lain :
Dasar-dasar Islam (terjemahan, Penerbit Abdillah Putra Kendal, 1401 H)
Ensklopedi Ijma' (terjemahan bersama KH. M.A. Sahal Mahfudh, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987)
Nyamuk-Nyamuk Perkasa dan Awas, Manusia (gubahan cerita anak-anak, Gaya Favorit Press Jakarta, 1979)
Kimiya-us Sa'aadah (terjemahan bahasa Jawa, Assegaf Surabaya)
Syair Asmaul Husna (bahasa Jawa, Penerbit Al-Huda Temanggung)
Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991,1994)
Tadarus Antalogi Puisi (Prima Pustaka Yogya, 1993)
Mutiara-mutiara Benjol (Lembaga Studi Filsafat Islam Yogya, 1994)
Rubaiyat Angin dan Rumput (Majalah Humor dan PT. Matra Media, Cetakan II, Jakarta, 1995)
Pahlawan dan Tikus (kumpulan puisi, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1996)
Mahakiai Hasyim Asy'ari (terjemahan, Kurnia Kalam Semesta Yogya, 1996)
Metode Tasawuf Al-Ghazali (tejemahan dan komentar, Pelita Dunia Surabaya, 1996)
Saleh Ritual Saleh Sosial (Mizan, Bandung, Cetakan II, September 1995)
Pesan Islam Sehari-hari (Risalah Gusti, Surabaya, 1997)
Al-Muna (Syair Asmaul Husna, Bahasa Jawa, Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, 1997).
Fikih Keseharian (Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, bersama Penerbit Al-Miftah, Surabaya, Juli 1997).
Meski Kiai Haji Achmad Mustofa Bisri dikenal sangat mobile. Kesana-kemari tak kenal lelah, baik untuk ceramah, diskusi, rapat NU, silaturahmi atau baca puisi. Tapi di bulan Ramadhan, jangan harap bisa 'mengeluarkan' Gus Mus -panggilan akrabnya- dari Pondok Pesantrennya di Rembang. Kenapa ? Sebab tradisinya adalah : selama bulan Puasa, Gus Mus pilih kumpul dengan keluarga dan para santrinya. Dia juga membiasakan membaca takbir dan shalawat 170 kali sehabis Maghrib dan Isya. "Ini memang sudah rutin" katanya. "Bila Ramadhan, saya khususkan untuk tidak keluar. Semua undangan ditolak !" Boleh jadi, masa-masa bulan suci itu, juga digunakan Gus Mus untuk melakukan dua 'hobi' lainnya: menulis puisi dan melukis. Untuk kegemarannya menulis, memang ada yang mengatakan sebagai nyleneh. Padahal, menurutnya, "bersastra itu sudah menjadi tradisi para ulama sejak dulu !" "Sahabat-sahabat Nabi itu semua penyair, dan Nabi Muhammad SAW pun gemar mendengarkan mereka bersyair. Pernah Rasulullah kagum pada syair ciptaan Zuhair, sehingga beliau melepas pakaian dan menyerahkan kepadanya sebagai hadiah!" JADI, kiai berpuisi itu tidak nyleneh ? "Sebenarnya bukan saya yang nyleneh, tapi mereka !" Mereka siapa ? Yang mengatakan dirinya nyleneh ! Sebab, menurutnya, "sastra itu diajarkan di pesantren. Dan kiai-kiai itu, paling tidak tiap malam Jumat, membaca puisi. Burdah dan Barzanji itu kan puisi dan karya sastra yang agung ?!" "Al Qur'an sendiri merupakan mahakarya sastra yang paling agung !" Walhasil, meski KH. A Mustofa Bisri adalah Rais Syuriah PBNU. Meski dia anggota Dewan Penasihat DPP PKB. Meski dia Pimpinan Pondok Pesantren Raudhatul Thalibien di Rembang. Tapi kegiatan menulis puisi memang sudah menjadi darah-dagingnya "Bersastra itu kan kegiatan manusia paling tinggi, melibatkan rasio dan perasaan!" katanya. Nyatanya pula, Prof Dr. Umar Kayam memahami sekali hal itu. "Dalam perjalanannya sebagai kiai, saya kira, ia (Gus Mus) menyerahkan diri secara total sembari berjalan sambil tafakur. Sedang dalam perjalanannya sebagai penyair, ia berjalan, mata dan hatinya menatap alam semesta dan puak manusia dengan ngungun, penuh pertanyaan dan ketakjuban" katanya. Hasilnya, antara lain kumpulan puisi bertajuk Tadarus. "Inilah perjalanan berpuisi yang unik !" lanjut Begawan Sastra Indonesia itu. Selain menulis puisi, Mustofa Bisri juga punya kegemaran melukis. Karyanya sudah puluhan atau mungkin ratusan. Tapi kurang jelas, apakah karyanya itu juga dikoleksi para pandemen lukisan - dengan membeli seperti mereka membeli karya lulusan ISI, misalnya. "Kekuatan ekspresi Mustofa Bisri terdapat pada garis grafis" kata Jim Supangkat, kurator kenamaan itu. "Kesannya ritmik menuju dzikir, beda dengan kaligrafi !" Ada kejadian menarik ketika diselenggarakan Muktamar I PKB di Surabaya. KH. A Mustofa Bisri termasuk yang diunggulkan jadi Ketua Umum. Pendukungnya juga banyak. Bahkan konon Gus Dur pun men-support. Tapi, ternyata, Mustofa Bisri sendiri menolak. Atau mengundurkan diri! Gus Mus justru ... mengadakan pameran lukisan bersama dua temannya, yang mereka beri judul Tiga Pencari Teduh. Ternyata, dunia politik memang tidak cocok bagi Gus Mus. "Saya mendengar politik saja sudah gerah" katanya. "Apalagi masuk ke dalamnya !" Itulah salah satu motivasi dia menggelar pameran lukisan. Mencari keteduhan di tangan gemuruhnya politik ! Begitu bapaknya, begitu pula ayahnya. Begitu kakeknya, begitu pula cucunya. Inilah yang terjadi pada Achmad Mustofa Bisri, atau Gus Mus. Kakeknya, H Zaenal Musthofa, dikenal sebagai penulis cukup produktif. Ayahnya, KH Bisri Musthofa, lebih produktif lagi. Juga lebih beragam kegiatannya. Baik di lingkungan politik, pemerintahan, maupun di bidang kebudayaan. Bisri Musthofa juga dikenal sebagai orator ulung! Dua putranya kemudian mengikuti jejaknya. KH Cholis Bisri 'mewarisi' bakat ayahnya dalam politik, dan kini menjadi Wakil Ketua MPR. Sementara adiknya, Achmad Mustofa Bisri, 'mewarisi' kepiawaiannya dalam menulis dan bersastra. Tapi keduanya tetap 'jago' dalam soal agama, seperti kakeknya maupun ayahnya. Mereka juga memimpin pondok pesantren. AChmad Mustofa Bisri dilahirkan di Rembang pada 10 Agustus 1944. Selain mendapat gemblengan dari keluarga sendiri yang memang keluarga muslim yang sangat taat. Gus Mus memperoleh gemblengan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri yang sohor itu. Kenangannya pada pesantren ini, antara lain terekam dalam puisinya berjudul Lirboyo, Kaifal Haal? "Lirboyo, masihkah penghuni-penghunimu percaya pada percikan/sawab-sawab mbah Manaf, mbah Marzuqi, dan mbah Mahrus rachimakumullah?/ataukah seperti dimana-mana itu tidak mempunyai arti apa-apa/kecuali bagi dikenang sesekali dalam upacara haul yang gegap gempita" Selain memperdalam ilmu di Lirboyo, Gus Mus juga suntuk di Pondok Pesantren Krapyak, Yogya. Puncaknya belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo. Di Al-Azhar itulah, untuk pertama kali Gus Mus bertemu dan berkenalan dengan Gus Dur, yang kemudian menjadi Presiden keempat Republik Indonesia. Seperti pengakuannya sendiri, mereka kemudian tinggal di satu kamar. Gus Dur banyak membantu Gus Mus selama di perguruan tinggi tersebut. Bahkan sampai memperoleh beasiswa. Uniknya, atau ironisnya, Gus Dur sendiri kemudian tidak kerasan di Al Azhar. Beliau DO. Lalu meneruskan studinya di Irak. Pulang ke tanah air awal 1970-an, Gus Mus langsung dinikahkan dengan Siti Fatma. Gadis teman Gus Mus sendiri di masa kecil. Jadi, agaknya, selama Gus Mus studi di Al Azhar, kedua orangtua mereka mematangkan rembuk untuk menjodohkan putera-puteri mereka! "Banyak kenangan di antara kami" kata Gus Mus pula. "Semasa kecil saya kan sering menggodanya!" Pasangan ini kemudian dianugerahi tujuh putra-putri. Sikap Gus Mus yang liberal didasari kasihsayang, agaknya sangat mengesankan putra-putrinya. Buktinya, Kautsar Uzmut, putri keduanya, memujanya. "Dia itu tipe Abah yang top!" katanya. "Saya sendiri memfigurkan pria seperti Abah yang nanti menjadi suami atau pendamping saya. Tapi terus terang, sangat sulit!" ***

Sumber. http://www.sufinews.com/index.php?subaction=showfull&id=1146189552&archive=&start_from=&ucat=23&go=sketsa

Rabu, 13 Februari 2008

Jilbab melulu

Jilbab adalah salah satu cirikhas dari umat Islam. seorang perempuan yang berjilbab dapat ditebak secara sekilas bahwa ia adalah seorang muslimah.
namun banyak juga kalangan umat islam yang tidak memakai jilbab, entah karena penafsiran yang berbeda mengenai nash agama yang berkaitan tentang jilbab maupun hanya dengan alasan malas, ribet, tidak percaya diri dan berbagai macam alasan lainnya.
fenomena masyarakat islam dalam mensikapi masalah jilbab di seluruh belahan dunia sangat beragam, ada yang melarang penggunaan jilbab pada kondisi tertentu (seperti pelarangan jilbab dalam instansi pendidikan di Turki), pewajiban menggunakan jilbab di setiap tempat oleh pemerintah daerah (seperti di Nangroe Aceh Darussalam), dan ada yang tidak mempersoalkan masalah pemakaian jilbab sama sekali. yang terahir ini adalah mayoritas.
dari fenomena di atas, masyarakat islam sekarang terlihat masih kurang dewasa dalam membentuk tatanan sosial yang ideal bagi masyarakatnya. baik itu pelarangan maupun pewajiban penggunaan jilbab adalah berawal dari phobia atau ketakutan pada kondisi tertentu.
bagi yang melarang jilbab, mereka hawatir kalau-kalau jilbab akan menghambat kemajuan dan kemodernan masyarakat. bagi yang mewajibkan secara formal, mereka hawatir jika perempuan dalam lingkungan masyarakatnya tidak memakai jilbab akan berakibat pada menjamurnya praktik amoral yang bertentangan dengan norma-norma agama, dan tentunya akan menghancurkan tatan sosial dan kemajuan masyarakat islam.
mari kita baca bersama menghadapi fenomena ini. al-Qur'an sebagai sumber hukum pertama umat islam secara tegas mewajibkan penggunaan jilbab bagi perempuan-perempuan muslim (baca Q.S. Annur: 31, Al Ahzab 53 & 59). umat islam dari zaman nabi sampai sekarang menyuruh perempuan muslim untuk menyempurnakan menutup auratnya, yaitu dengan berjilbab.
jilbab bukanlah masalah mua'malah yang bisa berkembang menurut kebutuhan zaman. jilbab membawa spririt kehormatan, kemuliaan, serta kesalehaan beagama maupun bermasyarakat. karena itu membuka aurat di halayak ramai bagi seorang muslim (laki-laki maupun perempuan) adalah menghilangkan spirit di atas.
pemakaian jilbab bagi perempuan muslim telah diatur pula oleh agama, adalah dengan cara menutup bagian-bagian sensitif perempuan, yaitu seluruh anggota badan selain telapak tangan dan wajah (ini yang disepakati oleh jumhur ulama), karena itu pemakaian jilbab yang berlebihan (dengan menggunakan cadar) pun tidaklah baik, karena akan menghilangkan salah satu spirit di atas. bagai mana seseorang akan bersilaturahim, dan saling bertegur sapa dan salam jika tidak tahu kepada siapa ia bersua.
kewajiban jilbab adalah hukum agama bukan hukum negara, karena itu negara, atau pemerintah tidak berhak untuk memaksakan berjilbab apalagi melarang berjilbab bagi penduduknya. karena syiar jilbab seharusnya dilakukan dengan lemah lembut tanpa adanya unsur paksaan.